AMPI Sulsel Buka Suara Soal Viral Kasus Pandji: Pelajaran Pentingnya Mempelajari Budaya Lokal

Wakil Ketua AMPI Sulsel Bidang Pelajar dan Kemahasiswaan, Firman Mansyur. (Istimewa)

Makassar – Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Sulawesi Selatan (Sulsel) buka suara soal kasus viralnya komika Pandji Pragiwaksono mengangkat isu adat istiadat Suku Toraja menjadi bahan lelucon. Terlebih, Pandji adalah figur publik dengan jumlah penggemar yang cukup banyak.

Menurut Wakil Ketua AMPI Sulsel Bidang Pelajar dan Kemahasiswaan, Firman Mansyur menegaskan bahwa kasus Pandji harus menjadi pelajaran penting bagi seluruh masyarakat, terutama generasi muda, untuk lebih menghormati dan memahami makna budaya lokal.

“Kami sangat menyayangkan jika ada pihak, apalagi figur publik, yang dengan mudah menjadikan budaya yang sakral sebagai bahan lelucon tanpa riset mendalam. Ini bukan hanya soal Toraja, ini soal martabat suku di Indonesia,” tegas Firman Mansyur.

Firman sendiri tak menampik konten Pandji yang viral itu terjadi pada tahun 2013. Namun, kata dia, jejak digital sewaktu-waktu bisa mencuat kembali. Karenanya, penting bagi setiap orang, khususnya komika untuk memikirkan dan memperhatikan dengan seksama konten-konten yang ingin disajikan ke publik.

Ajakan untuk Mempelajari dan Menjaga Budaya Lokal

Dalam keterangannya, Firman menyerukan kepada seluruh masyarakat Sulawesi Selatan agar lebih proaktif dalam mempelajari dan memahami keragaman budaya, baik di tingkat lokal maupun nasional.

“Sebagai Wakil Ketua AMPI SULSEL bidang pelajar dan kemahasiswaan, kami mengajak pelajar, mahasiswa, dan masyarakat luas untuk bijak memilah informasi serta memahami esensi budaya. Pelajari budaya Bugis, Makassar, Toraja, dan lainnya secara mendalam — jangan hanya di permukaannya,” ujar Firman.

Ia juga menekankan pentingnya membangun literasi budaya di kalangan muda agar tidak mudah terbawa arus candaan atau konten yang berpotensi menyinggung nilai-nilai adat.

Budaya Bukan Bahan Lelucon

AMPI Sulsel menilai kejadian ini sebagai cerminan masih lemahnya sensitivitas budaya di ruang publik. Firman mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi harus disertai tanggung jawab moral dan pengetahuan budaya.

“Kehormatan budaya dan martabat suku adalah harga mati. AMPI Sulsel akan terus mendorong kegiatan yang meningkatkan literasi dan apresiasi terhadap budaya lokal. Kami mengajak semua pihak untuk menggunakan ruang publik untuk mengedukasi, bukan merendahkan,” tutup Firman Mansyur.

Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Sulawesi Selatan adalah organisasi kepemudaan yang berkomitmen membangun generasi muda yang kreatif, berkarakter, dan berwawasan kebangsaan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat.

Editor: AUD

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: