Budaya Siri’ Sebagai Perisai Dalam Jihad Algoritma

Muhammad Yusran. (dok. pribadi)

Oleh: Muhammad Yusran

Founder Komunitas Literasi Rumah Baca Pesisir

Opini – Algoritma media sosial kini hampir dipenuhi tontonan yang tidak menuntun. Begitu banyak konten amoral bertebaran di media sosial. Bersamaan dengan itu, kehidupan generasi muda kini lebih banyak dihabiskan di dunia maya. Menurut Indonesia Gen Z Report yang dikeluarkan oleh IDN Research Institute, kebanyakan gen Z mengaku menghabiskan 1 sampai 6 jam per hari untuk menggunakan media sosial. 

Ditambah fenomena Brain rot atau pembusukan otak yang mengakibatkan penurunan mental dan ketidakmampuan berpikir kritis generasi muda. Hal itu dinilai sebagai akibat kebanyakan mengonsumsi konten kualitas rendah yang berlebihan. Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia?

Dalam falsafah hidup bugis-makassar, kita mengenal budaya siri’ sebagai harga diri yang menuntun pada keluhuran budi. Lebih dalam lagi, siri’ adalah ekspresi jiwa tentang hubungan vertikal dengan sang Pencipta. Sehingga kita akan merasa malu melakukan tindakan amoral karena yakin bahwa Tuhan maha melihat apa yang kita perbuat, kapan dan dimanapun. 

Maka sudah seharusnya budaya siri’ menjadi pegangan yang kuat dalam mengarungi lautan algoritma agar tidak tenggelam dalam tsunami informasi. Budaya siri’ bisa menjadi perisai yang tidak hanya membentengi tetapi juga menuntun pilihan sikap agar bijaksana bermedia sosial. Sebab siri’ adalah spirit yang menuntun kita melakukan tindakan beradab. 

Melihat realitas hidup hari ini, sepertinya falsafah hidup bugis makassar ini menjadi relevan untuk kita maknai kembali dalam konteks modernitas. Budaya siri’ menjadi falsafah hidup praktis yang bisa kita pakai dalam kehidupan sehari-sehari. 

Dalam bermedia sosial, budaya siri’ harus hadir sebagai spirit yang menuntun telunjuk dan jempol bergerak dalam kebijaksanaan. Agar tidak sekadar pencet dan tidak asal komentar. Tetapi mampu menginspirasi lewat karya. 

Budaya siri’ bisa menjadi nilai universal yang menuntun generasi muda Indonesia dalam meniti kehidupan, khususnya bermedia sosial. Sehingga internalisasi nilai siri’ bagi generasi muda sangat penting di zaman ini agar aktivitasnya di media sosial tidak sekadar mencari like, comment, dan Followers, tetapi sebuah ekspresi diri yang mencerminkan keluhuran budi. Begitu dalam pappasang (pesan) leluhur kita bahwa siri’ta ji na kitau: siri’ lah, harga dirilah yang menjadikan kita manusia. Tanpa siri’ (harga diri) apalah artinya kita sebagai manusia. 

Maka sudah saatnya budaya siri’ terinternalisasi dalam diri generasi muda. Sehingga menjadi kesadaran kolektif generasi, mengokohkan solidaritas dan menuntun bangsa ini menjadi negeri yang beradab. Sudah seharusnya budaya siri’ bukan sebatas slogan yang dibanggakan. Tetapi harus hidup kembali di zaman ini menjadi tindakan. Terutama dalam bermedia sosial sehingga algoritma akun kita dipenuhi tontonan yang menumbuhkan generasi menjadi pribadi kontributif.

Jika dulu budaya siri’ diejawantahkan saat kehormatan diri keluarga diusik sebagai perisai moral, maka sekarang budaya siri’ harus dihidupkan kembali sebagai perisai algoritma yang membentengi generasi dari hegemoni konten amoral. Sudah saatnya siri’ yang bernuansa kekerasan bertransformasi menjadi siri’ yang bernuansa kebijaksanaan. Sehingga generasi muda mampu menjadikan media sosial sebagai wadah untuk berkarya dan berkontribusi. 

Jika dulu, kejahatan dan ketidakadilan dilawan dengan badi’ maka sekarang perlawanan membutuhkan varian baru, senjata konten yang bisa menembus ribuan kepala. Sudah saatnya ketajaman ulu badi’ bertransformasi menjadi ketajaman gagasan yang menginspirasi lintas generasi.

Editor: Agus Umar Dani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *