Emak-emak di Bantaeng Minta Pemerintah Evaluasi PT Huadi: Kalian Dapat Pajak-Retribusi, Kami Dapat Bau dan Debu

Puluhan emak-emak di Desa Borong Loe layangkan protes ke pemerintah soal dampak buruk kehadiran PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia di Bantaeng. (Tangkapan layar/@bantaeng_bergerak)

Bantaeng – Puluhan emak-emak di Desa Borong Loe, Kecamatan Pa’jukukang, kabupaten Bantaeng berkumpul dan menyatakan sikap meminta pemerintah, mulai dari Bupati Bantaeng, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), hingga Presiden RI Prabowo Subianto, agar mengevaluasi secara menyeluruh kehadiran PT. Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNI). Mereka menilai, kehadiran industri smelter nikel itu memunculkan sejumlah masalah serius bagi masyarakat yang bermukim tak jauh dari pabrik itu.

“Tabe pak Bupati, Gubernur, Bapak Presiden yang terhormat. Kalau perusahaan yang ada di kawasan industri Bantaeng tidak mampu ditangani dengan benar, cabut saja kawasan ini,” ujar Narti mewakili emak-emak yang hadir saat pernyataan sikap, dikutip video Instagram @bantaeng_bergerak Kamis, 1 Mei 2025.

Menurut dia, sejumlah atap rumah warga di Desa Borong Loe telah berkarat akibat tumpukan debu hasil pembakaran (pemurnian) nikel. Sayangnya, kata Narti, pihak perusahaan dan pemangku kebijakan tak menunjukkan empati kepada mereka.

“Sangat tidak adil, kalian menikmati pajak dan retribusinya, kami menikmati dampak lingkungan dan polusinya,” tutur dia.

Ia sendiri mengaku bahwa sebelumnya, pemerintah telah menjanjikan ganti rugi atas masalah itu. Hanya saja, janji ganti rugi itu hanya isapan jempol.

“Kerusakan atap kami sudah berlangsung 10 bulan, tapi sampai hari ini masih janji-janji belaka yang datang,” ucap dia.

Selain debu, kehadiran industri smelter itu juga menimbulkan bau tak sedap dan polusi suara. Protes yang mereka layangkan juga bukanlah hal baru. Ia mengungkapkan bahwa mereka kerap melakukan unjuk rasa, namun berujung penangkapan lantas dianggap mengganggu kenyamanan di lingkup perusahaan.

“Belum lagi suara bising, baunya yang menyengat, bahkan debunya kami semua yang rasakan. Anehnya, ketika kami tuntut, hak-hak kami dianggap mengganggu perusahaan, bahkan keluarga kami ditangkap oleh aparat saat aksi di depan perusahaan,” ujar Narti.

Ia lalu menagih komitmen pemerintah tentang janji manis kesejahteraan masyarakat atas kehadiran industri itu. Untuk membuktikan ucapannya terkait masalah yang dikemukakan, ia tak segan menantang pemerintah untuk turun langsung melihat kondisi masyarakat di Desa itu.

“Katanya perusahaan untuk kesejahteraan dan kebaikan untuk masyarakat tapi malah sebaliknya yang kami rasakan. Datangki semua di kampung melihat situasi yang kami alami,” tegas dia.

Editor: (AUD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: