Jadi Pembicara di Dialog IMM, Usman Bicara Cara Kader Jaga Nilai dan Citra Organisasi

Suasana saat Usman menyampaikan pesan-pesan kepada peserta DAD Kolaborasi Angkatan 4 IMM Zona UNM. (Istimewa)

Makassar – Menanamkan nilai kehati-hatian dalam menjalani kehidupan ini adalah yang sangat penting. Teringat sebuah pesan yang sajaknya seperti ini ‘Menepuk air di dulang akan menyiprat ke wajah sendiri’ yang menyiratkan pesan bahwa berhati-hati dalam menjalani hidup sangatlah berarti. Mengapa begitu, sebab melakukan kesalahan meskipun sedikit akan berakibat pada penilaian buruk seseorang terhadap diri.

Tak hanya itu, menghayati budaya adat dari leluhur seperti ‘Taro ada’ Taro gau’ berarti mengupayakan kesederhanaan dalam menjalani hidup. Hal itu juga membuat kita bersikap sopan dan santun terhadap sesama.

Demikianlah penuturan Usman, Ketua Program Studi (Kaprodi) Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar (UNM). Kader sepuh IMM yang lahir di Fakultas Bahasa dan Sastra ini ini menjadi pembicara pada Dialog Tokoh, salah satu rangkaian Darul Arqam Dasar (DAD) Kolaborasi 4 Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) zona UNM di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Sulsel, Sabtu, 31 Mei 2025.

Bagi Usman, hal penting lainnya yang harus dijunjung tinggi kader IMM adalah berkata sesuai dengan tindakan atau bertindak sesuai perkataan. “Sewaktu mengikuti pengkaderan di Masjid Ridha Muhammadiyah, kala itu hujan deras. Saya belajar satu hal, bahwa untuk mendapatkan ilmu, dibutuhkan perjuangan yang rumit dan keras,” kata dia, mengenang masa awal dirinya mengenal IMM.

Apa yang ia peroleh di pengkaderan beberapa tahun silam itu masih tetap diterapkan hingga kini. Bahkan, saat usianya tak lagi muda, nilai-nilai ke-Muhammadiyah-an yang pernah ia pelajari masih melekat dan tergambar dalam kehidupan sehari-harinya.

Ia meminta agar kader IMM tak lelah belajar dan terus mengembangkan potensi. Dengan begitu, kualitas kader pelanjut Muhammadiyah tetap nampak sebagai kelompok yang mengedepankan pengetahuan dalam kata dan perbuatan.

“Jangan mau ditaklukkan dunia, tapi jadilah penakluk dunia, caranya adalah tidak merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki saat ini. Paling penting adalah tetap berorganisasi dan berMuhammadiyah,” kata Usman.

Ia menjelaskan bahwa pengembangan diri itu terdiri atas dua hal, yakni dari dalam dan dari luar. Dari dalam yang ia maksud adalah pendidikan informal. “Pengembangan diri dari dalam itu didikan orang tua dan keluarga, mereka mengajarkan kejujuran, tanggung jawab dan moral,” kata dia. Sementara pengembangan diri dari luar adalah berorganisasi, bertemu orang baru dan membangun jejaring yang dalam istilah lain disebut pendidikan nonformal.

Terkait eksistensi IMM di UNM, Usman mengisahkan dirinya di masa lalu selalu berkompetisi dengan Komisariat lainnya dalam mencari calon peserta pengkaderan. Menurut dia, apa yang dilakukan kader IMM UNM saat ini cukup unik dan berbeda dengan cara yang ia dan koleganya terapkan dulu.

“Saya melihat cara kader IMM di UNM sekarang dalam melakukan pengkaderan itu adalah gerakan baru, ada kolaborasi yang dilakukan dengan fakultas lainnya,” tutur Usman. Selain itu, informasi pengkaderan IMM juga terkesan lebih mudah karena bisa diakses di genggaman masing-masing mahasiswa.

“Dulu, organisasi itu kurang diminati mahasiswa, makanya ajang penerimaan mahasiswa baru lah yang menjadi momen untuk mencari kader baru. Perjuangan mencari calon kader amat berat karena belum ada pamflet dan tidak ada sosial media. Jadi tahun 1996 itu saya ingat betul, menggaet mahasiswa itu dengan menyebarkan brosur dan memberikan penjelasan terkait IMM kepada mereka,” kisah dia.

Untuk mempertahankan nilai-nilai baik yang diajarkan IMM, Usman menyebut seorang kader berkewajiban menjadi contoh dan teladan yang baik bagi mahasiswa. “Sebagai seorang kader harus menjadi role model bagi teman-teman mahasiswa, hal yang paling dasar adalah menunaikan salat saat waktunya tiba,” kata dia.

Ia lalu memberikan ilustrasi bahwa masing-masing manusia memiliki intan dan mutiara dalam diri. Intan dan mutiara itu, kata dia, adalah potensi dan nilai, yang hanya bisa berkembang bila dirawat dan terus dikembangkan.

“Mutiara mahal atau tidak?,” tutur Usman dengan nada bertanya. “Sebetulnya mutiara masih kurang berharga ketika diambil dari laut, tapi ketika mutiara telah diolah, dibuat menjadi cincin dan kalung, maka akan sangat bernilai dan berarti, tak hanya untuk pemiliknya, tapi kepada setiap pasang mata yang melihatnya, begitulah potensi dan nilai yang ada di dalam diri kita,” tandas Usman.

Editor: Agus Umar Dani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: