
Jakarta – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana memperkirakan anggaran sebesar Rp116,6 triliun dibutuhkan untuk merealisasikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga akhir 2025. Tahun ini, BGN telah mengantongi pagu anggaran sebesar Rp71 triliun, sehingga masih dibutuhkan tambahan sekitar Rp50 triliun untuk menutup kebutuhan hingga Desember.
Dadan menyampaikan itu saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa 6 Mei 2025. Dadan menyebut penyerapan anggaran hingga Mei tahun ini baru di angka Rp 2,386 triliun atau 3,36 persen.
“Nah, ini realisasi anggaran sampai sekarang, jadi Badan Gizi memiliki anggaran Rp 71 triliun dan sampai hari ini kita baru bisa menyerap Rp 2,386 triliun. Jadi baru kurang lebih 3,36 persen jadi, kalau sekarang ada Rp 71 triliun, tambahan Rp 50 triliun sudah akan cukup bisa melayani seluruh penerima manfaat sampai Desember,” kata Dadan.
Dadan menjelaskan, hingga kini realisasi anggaran BGN baru mencapai Rp2,386 triliun atau sekitar 3,36 persen dari total pagu anggaran sebesar Rp71 triliun. Rinciannya, belanja pegawai terserap 0,1 persen atau senilai Rp386,87 juta dari alokasi awal Rp3,52 miliar, sementara belanja barang sudah terealisasi 4,16 persen atau setara Rp2,38 triliun dari pagu Rp57,35 triliun.
“Terkait dengan belanja pegawai baru 0,1% perlu Ibu Bapak ketahui bahwa seluruh struktural BGN sampai sekarang masih belum menerima gaji. Inilah kenapa penyerapannya di bidang pegawai masih rendah karena yang baru kami keluarkan untuk Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia, ahli gizi, dan akuntan. Jadi kami mungkin baru bulan ini atau bulan depan akan menerima gaji,” ujar dia.
Dadan menyebut pihaknya akan maksimal merealisasikan anggaran yang dimiliki. Targetnya, kata dia, per Juni 2025 anggaran yang terserap bisa di angka Rp 4,7 triliun, Juli Rp 16 triliun, dan Agustus Rp 28 triliun.
“Kemudian Agustus itu akan sudah Rp 28 triliun, September kita akan menyerap kurang lebih Rp 51 triliun. Kemudian Oktober Rp 60 triliun, November Rp 88 triliun, dan Desember Rp 116 triliun,” ungkap dia.
Ia menyebut anggaran sebesar Rp71 triliun telah disepakati bersama DPR RI. Namun, demi percepatan layanan program Makan Bergizi Gratis yang menyasar 82,9 juta penerima, BGN masih memerlukan tambahan dana.
“Jadi kami masukkan bukan hanya anggarannya Rp 71 triliun yang sudah disetujui, tapi kami buatkan mekanisme penyerapan anggaran termasuk yang diminta Pak Presiden terkait dengan percepatan pelayanan makan bergizi kepada 82,9 juta,” jelas Dadan
“Jadi MBG ini, jika mengikuti mekanisme yang sudah kami rencanakan, akan membutuhkan anggaran kurang lebih Rp 116,6 triliun untuk memberikan pelayanan kepada 82,9 juta,” tambah dia.
Menanggapi laporan Dadan, Anggota Komisi IX DPR Muazzim Akbar menyampaikan kekhawatiran terhadap pelaksanaan program MBG. Ia menilai kesiapan realisasi program itu belum matang. Sehingga, kata dia, MBG berpotensi menjadi bom waktu, mengingat realisasi anggarannya baru menyentuh angka 3 persen dari total Rp71 triliun yang dialokasikan.
“Masalah anggaran, yang baru bisa terealisasi baru 3 persen dari Rp 71 triliun. Nah, bagaimana ini anggaran yang begitu besar bahkan hampir seluruh kementerian itu sudah terjadi efisien anggaran,” kata Muazzim dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala BGN, di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/5).
Legislator Fraksi PAN itu mengingatkan bahwa program MBG bisa menjadi bom waktu jika pelaksanaannya melenceng dari harapan masyarakat. Pasalnya, telah terjadi sejumlah persoalan yang ditemukan dalam implementasi MBG, salah satunya di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Nah saya melihat hari ini, ini kita akan ada bom waktu. Bahwa makan bergizi gratis ini realisasinya nggak seperti yang kita harapkan. Saya terutama sekali di NTB betul-betul saya turun. Dari 30 SPPG yang ada di NTB itu, ya jujur hampir 40 persen itu sebagian juga ada kader kami yang DPRD Kabupaten yang membangun SPPG dan sebagainya,” ujar Muazzim.
“Dan termasuk juga begitu banyak SPPG yang saya melihat masih asal-asalan ya. Kurangnya pengawasan dari BGN,” tambah dia.
Tak hanya itu, Muazzim mengungkap adanya temuan ulat pada buah yang dibagikan dalam program tersebut. Artinya, kata dia, buah yang disajikan tak memenuhi standar konsumsi.
“Salah satu contoh yang saya memang melihat langsung, begitu ada anak SD terima makannya, itu di buah itu ada ulat sampai teriak. Siapa yang harus bertanggung jawab? Kedua anak SMP di kasih buah jeruk asal-asalan jeruknya. Jadi jeruknya waduh kecutnya minta ampun kecil-kecil ini,” jelas dia.
Muazzim turut menemukan kualitas nasi di MBG yang dinilainya buruk dan tidak layak konsumsi. Ia memerintahkan BGN untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap temuan ini serta berbagai kasus serupa lainnya.
“Ketiga, nasinya begitu diterima siswa, itu kerasnya minta ampun. Apakah kualitas berasnya yang memang hanya beli beras murah yang penting dapat untung banyak apa gimana? Nah ini yang perlu coba kita evaluasi berkaitan dengan serapan anggaran, kedua kurangnya pengawasan dengan SPPG yang sudah berjalan,” pungkas dia.
Editor: (AUD)