Ketua Dewan Pers Sebut Polisi Dominasi Kasus Kekerasan Terhadap Jurnalis

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu. (Istimewa)

Jakarta – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebut mayoritas pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah aparat kepolisian. Ia menyampaikan pernyataan itu dalam sambutan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, Sabtu, 3 Mei 2025.

Di tengah perayaan kebebasan pers, Ninik menyoroti maraknya kekerasan terhadap jurnalis saat menjalankan tugas. Ia mengutip data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang mencatat 620 kasus kekerasan terhadap wartawan sepanjang Januari 2014 hingga Desember 2023.

“Kekerasan jumlahnya terus meningkat terutama di era digital, yang terbanyak pelakunya adalah institusi kepolisian 191 kali,” kata Ninik dipantau dari YouTube Komite Jurnalisme Berkualitas, Senin, 5 Mei 2025.

Selain polisi, kekerasan terhadap jurnalis juga kerap dilakukan pejabat eksekutif dengan jumlah 43 kasus. Aparat pemerintah tercatat sebagai pelaku dalam 26 kasus serupa.

Adapun jenis kekerasan yang paling sering menimpa jurnalis adalah represi fisik, dengan total 201 kasus. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mencatat ada 58 kasus jurnalis diusir atau dilarang melakukan kegiatan peliputan.

“Saya sebagai ketua Dewan Pers menyampaikan media itu enggak perlu diundang, tapi buka aksesnya untuk mendapat informasi. Jangan dihalang-halangi,” ujar Ninik.

Ninik juga menyoroti maraknya kekerasan terhadap jurnalis perempuan dalam riset nasional terbaru. Dari 852 responden di 34 provinsi, 82 persen mengaku pernah mengalami kekerasan seksual, sementara 58 persen mendapat body shaming secara langsung.

Menurut Ninik, kekerasan terhadap jurnalis perempuan memiliki ciri khas yang berbeda dari kekerasan pada umumnya. Salah satunya adalah kasus femisida, pembunuhan jurnalis perempuan oleh laki-laki yang dilandasi kebencian terhadap perempuan.

“Ini yang terus perlu kita upayakan bagaimana bentuk perlindungan kepada jurnalis yang dari hari ke hari di era digital ini ekosistemnya tidak sehat dan menyebabkan mereka rentan menjadi korban kekerasan,” ungkap dia.

Saat ini, kata Ninik, perlindungan hukum terhadap jurnalis diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Peraturan Dewan Pers. Aturan ini mencakup kode etik jurnalistik, standar perlindungan profesi, pedoman penanganan kekerasan, hingga pembentukan satgas khusus oleh konstituen Dewan Pers.

Ia mendesak pemerintah untuk memberikan jaminan terhadap kesejahteraan dan keselamatan jurnalis, yang merupakan pilar keempat demokrasi. Terutama ketika situasi demokrasi yang dinamikanya sedemikian rupa seperti sekarang ini.

“Mohon kesungguhan dari pemerintah untuk memberikan atensi kepada kesejahteraan wartawannya, keselamatan jurnalisnya,” tandas dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: