
Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bersama Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) telah melakukan penyegelan terhadap empat tambang nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat. Langkah ini diambil sebagai tindak lanjut atas temuan pelanggaran yang berpotensi merusak lingkungan.
Empat perusahaan yang disegel antara lain PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Meski seluruh perusahaan telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), hanya tiga yang tercatat mengantongi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), yakni PT ASP, PT GN, dan PT KSM.
“PT ASP, perusahaan Penanaman Modal Asing asal Tiongkok melakukan aktivitas tambang di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare,” ujar Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangannya, dlansir Antara, Sabtu 7 Juni 2025.
“Sementara PT GN beroperasi di Pulau Gag seluas kurang lebih 6.030,53 hektare,” tambah dia.
Ia menegaskan kedua pulau tersebut dikategorikan sebagai pulau kecil, yang seharusnya tidak diperuntukkan bagi aktivitas pertambangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014.
Hanif mengungkapkan bahwa tim pengawas menemukan sejumlah pelanggaran, khususnya oleh PT ASP, antara lain tidak memiliki sistem manajemen lingkungan dan tidak melakukan pengelolaan limbah larian. Dengan demikian, KLH menghentikan aktivitas tersebut dan memasang plang peringatan sebagai bentuk tindakan tegas.
“KLH/BPLH akan mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT GN dan PT ASP. Jika terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, maka izin tersebut akan dicabut,” tegas dia.
Hanif menyampaikan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 1 Tahun 2014, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya diprioritaskan untuk kegiatan non-pertambangan, seperti konservasi, pendidikan, perikanan, dan pariwisata berkelanjutan.
“Kegiatan pertambangan bukanlah prioritas di pulau kecil, hal ini juga telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023,” jelas Hanif.
Dalam putusan MK tersebut ditegaskan bahwa larangan relatif terhadap kegiatan penambangan di pulau-pulau kecil berpotensi menimbulkan kerusakan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), seperti polusi air laut dan perubahan tata ruang yang merusak daya dukung ekosistem.
Sementara itu, PT MRP yang beroperasi di Pulau Batang Pele juga ditemukan melanggar karena tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH, sehingga kegiatan eksplorasinya dihentikan.
Adapun PT KSM yang beroperasi di Pulau Kawe diketahui membuka tambang di luar area yang disetujui dalam dokumen lingkungan dan PPKH seluas 5 hektare. Aktivitas ini menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai.
“Untuk PT KSM, akan diberikan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah untuk melakukan pemulihan lingkungan dan kemungkinan gugatan perdata,” tandas dia.
Diberitakan sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua mengungkapkan terdapat empat izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang telah dikeluarkan di wilayah Papua. Tiga diantaranya berada di pulau-pulau kecil kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
“Sampai saat ini ada 4 Izin Usaha Pertambangan Nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua, 3 di antaranya berlokasi di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat yakni, Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran,” demikian siaran pers WALHI Papua dilansir dari laman resminya, Kamis, 5 Juni 2025.
Editor: Agus Umar Dani