PN Eksekusi 9 Ruko di Makassar, Polisi dan Warga Sempat Bentrok

Proses eksekusi lahan sengketa di Makassar. (Muhammad Habib Harun/PortalTimur)

Makassar – Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) melakukan eksekusi pengosongan dan pembongkaran sembilan rumah toko (ruko) serta Gedung Hamrawati dan markas Laskar Sinrijala, Kamis 13 Februari 2025. Eksekusi tersebut berlangsung di Jalan Andi Pangeran Pettarani Kecamatan Panakkukang.

Pantauan di lokasi, ratusan aparat kepolisian menyesaki badan jalan untuk melakukan pengamanan bahkan sempat memblokir jalan Andi Pangeran Pettarani. Selain itu, juga tampak sekelompok masyarakat yang melakukan aksi protes dan melakukan blokade jalan, serupa dengan polisi.

Eksekusi ini didasarkan pada penetapan Ketua Pengadilan Negeri Makassar Nomor 05 EKS/2021/PN.Mks jo. Nomor: 49/Pdt.G/2018/PN.Mks. Perkara ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Salahuddin Hamat Yusuf, dan pihak lainnya sebagai termohon eksekusi.

Panitera Pengadilan Negeri Makassar, Sapta Putra, mengatakan eksekusi dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sebelumnya,dia mengaku pihaknya telah menyampaikan pemberitahuan kepada para penghuni agar mengosongkan lokasi secara sukarela sebelum eksekusi dilakukan.

“Kami menjalankan perintah eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Semua pihak telah diberi kesempatan untuk menempuh jalur hukum, dan kini saatnya putusan tersebut dijalankan,” kata Sapta kepada wartawan di lokasi.

Sementara itu, pihak yang mengaku menguasai lahan tersebut, Muhammad Arif Hamat Yusuf mengklaim penggusuran itu sebagai tindakan yang menyalahi hukum. Pasalnya, dia mengaku memiliki bukti kepemilikan dan dokumen yang sah.

“Saya penanggung jawab lahan sekaligus ahli waris Hamat Yusuf, saya punya bukti tidak dipertimbangkan, tapi bukti yang palsu dipertimbangkan,” ucap Arif Hamat Yusuf.

Bahkan sebelum eksekusi hari ini, ia mengaku telah menempuh jalur hukum. Namun ia mencurigai pihak penegak hukum ‘bermain mata’ dengan penggugat.

“(Kasasi) sudah, makanya saya katakan kesimpulan ini tidak bisa dilaksanakan. Eksekusi dipaksakan,” ungkap dia. 

Arif juga mengklaim keluarganya telah menguasai lahan itu selama 84 tahun. Buktinya, ia rutin membayar pajak tahunan tanah dan bangunan di tempat itu.

“12 bukti ada putusan KY, tapi tidak dipertimbangkan. Ada bukti, saya bicara hukum. Dia tidak pernah menguasai, 84 tahun saya kuasai, saya bayar PBB,” ujar dia

Diketahui, lahan itu bersengketa sejak 2018, melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Salahuddin Hamat Yusuf. Mahkamah Agung (MA) memperkuat putusan Pengadilan Negeri Makassar yang memenangkan Andi Baso Matutu, sehingga perintah eksekusi dijalankan.

Sementara, korban penggusuran lainnya bernama Pratiwi juga mengaku memiliki surat kepemilikan lengkap atas lahannya. Ia heran karena pihak yang menuntut justru berada di penjara dengan dugaan menggunakan sertifikat palsu, tetapi tetap memenangkan perkara.

“Surat pembelian, sertifikat dan lain-lain ada tapi tetap dieksekusi. Terus ini Andi Baso menuntut dalam penjara dengan sertifikat palsu dipake ke MA dan menang,” jelas dia.

Karena itulah ia sangat menyayangkan eksekusi itu. Ia menuding pihak-pihak penggusur berlaku sewenang-wenang.

“Orang susah payah cari uang untuk bangun ruko dan beli dll mereka seenaknya eksekusi, SHM tidak ada gunanya dibeli dan dihuni sejak hampir 20 tahun yang lalu,” keluh Pratiwi.

Bentrokan Polisi
Momen Polisi dan Ormas blokade badan Jalan Pettarani. (ANTARA FOTO)

Sebelum eksekusi, puluhan anggota ormas berunjuk rasa di Jalan AP Pettarani hingga memblokir jalan.  Mereka membakar ban bekas sebagai bentuk protes keras.

Aksi itu memicu reaksi polisi yang diterjunkan untuk mengawal proses eksekusi. Akhirnya, polisi menyeret dua massa aksi ke kantor untuk diperiksa lebih lanjut.

Editor: Agus Umar Dani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: