
Makassar – Sekolah Islam Terpadu (SIT) Ibnu Sina Makassar (SMP dan SMA) menggelar Seminar Childtring yang bertajuk “Bahasa Ibu, Cerminan Budaya dan Akhlak Kita” di Aula Balai Besar Guru Penggerak Sulawesi Selatan (Sulsel), Sabtu, 26 April 2025. Seminar itu melibatkan puluhan siswa-siswi SMP dan SMA SIT Ibnu Sina yang bertujuan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola bahasa yang berkualitas.
Ketua Panitia Pelaksana, Syahid Mujahid menekankan bahwa seminar itu berorientasi terapan. Artinya, para peserta yang hadir berkesempatan mendengarkan materi yang nantinya akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam bertutur kata.
Karena itu, mewakili institusi, Syahid menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya, yaitu Aziz Nojeng yang merupakan Ketua Himpunan Pelestari Bahasa Daerah Sulsel, dan pemantik oleh Irmawati Thahir sebagai Ketua Yayasan Amal Jariyah Ibnu Sina.
“Kita tidak menginginkan kegiatan ini hanya terbatas seremonial, tetapi kita mendapatkan pelajaran bahwa tidak semua bahasa dan istilah trend hari ini bagus untuk dipakai. Kita harus pandai memilah bahasa yang santun dan penuh doa seperti cara bertutur orang tua kita dahulu,” pesan Syahid dalam laporannya.
Sementara itu, Kepala SMA IT Ibnu Sina, Haerul saat membuka Seminar Childtring menekankan bahwa ajang itu sebagai bentuk komitmen institusi dalam mendukung kualitas manusia yang sedang dibina. Agar nantinya, jebolan SIT Ibnu Sina menjadi contoh yang layak bagi masyarakat.
“Bertutur dengan bahasa yang berakhlak adalah tauladan yang baik, memperkenalkan sekolah kita dengan bertutur bahasa yang sopan dalam sehari-hari adalah poin penting untuk anak-anak,” ujar dia.
Usai sambutan panitia dan pihak sekolah, kedua narasumber menunjukkan performa menarik kepada para peserta. Sebagai pemantik, Irmawati menekankan bahasa ibu sebagai pondasi kehidupan sehari-hari yang patut untuk diamalkan.
“Ibu telah mengajarkan bahasa kepada setiap anak sejak lahir. Hal itu menjadi pondasi komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungan yang tidak boleh luntur. Kita bertugas merawat dan mengamalkan prinsip sipakalebbi (saling menghormati), sipakainge (saling mengingatkan), dan sipakatau (saling memanusiakan),” tutur dia.
Terlebih, kata dia, bahasa daerah yang dipakai oleh para orang tua memiliki makna doa dan harapan.
Usai memantik diskusi, Irmawati menyilahkan Aziz Nojeng selaku narasumber pada seminar itu. Dalam paparannya, salah satu poin yang ditekankan Aziz adalah bahasa ibu adalah yang terbaik. Karena itu, selain melestarikan, bahasa ibu juga tak boleh dirusak dengan gaya bahasa yang sedang tren di sosial media.
”Kita boleh mengikuti zaman maupun trend yang ada, tapi sebagai seorang siswa, budaya adalah hal yang tidak bisa dilepas dan ditinggal begitu saja, karena memiliki pesan-pesan positif yang mendalam. Jika anak-anakku menelusuri, kalian akan menyadari dan berusaha menghilangkan bahasa-bahasa kotor di daerah kalian, sebab itu tidak mencerminkan akhlak yang baik,” pungkas dia.
Editor: (AUD)