Warga Kampung Parang Bantaeng Protes Lahannya Dibanguni Tiang Listrik PLN Tanpa Izin

Tiang listrik di pekarangan rumah rismawati yang dibangun tanpa izin pemilik lahan dan mengganggu akses menuju rumah. (Istimewa)

Bantaeng – Seorang warga bernama Rismawati di Kampung Parang, Desa Bonto Matene, Kecamatan Sinoa, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyesalkan pihak PLN Bantaeng yang membangun tiang listrik baru di pekarangan rumahnya tanpa izin terlebih dahulu. Terlebih, saat mengadu dan meminta pihak PLN agar merelokasi tiang itu, ia malah dimintai bayaran.

“Pihak PLN Bantaeng membangun tiang listrik di pekarangan rumah kami, pas di jalan masuk rumah. Tidak ada izin dan tidak pernah meminta izin kepada kami yang punya lahan. Kami keberatan dan melaporkan hal itu kepada PLN, tapi mereka bilang kami harus talangi biayanya kalau mau pindahkan tiang listrik itu,” ujar Rismawati saat dikonfirmasi Portaltimur.id, Jumat, 23 Mei 2025.

Meskipun, kata Rismawati, nominal dana talangan yang diminta tak dirincikan pihak PLN. “Kalau nominalnya belum dia bilang, Itu ji nabilang kalau mau dipindahkan kami yang nasuruh danai pemindahan tiangnya,” tambah dia.

Ia sendiri mengaku kebingungan, sebab pembangunan tiang listrik itu dilakukan pihak PLN saat ia tengah merantau. Padahal, kata Rismawati, lahannya itu memiliki sertifikat hak milik dan rutin membayar pajak.

“Kami yang punya sertifikat tanah dan rutin bayar pajak, tapi PLN bangun tiang tanpa izin, saat rumah kosong pergi merantau, depan rumah kami itu tempat parkir mobil ipar saya, motor saja susah masuk,” tutur dia.

Selain pembangunan tanpa izin, posisi tiang listrik itu juga mempersempit akses masuk rumah. “Bahkan keluarga saya yang naik motor pernah hampir menabrak pas masuk samping tiang listrik itu,” ujar dia.

Karena itu, ia mengharapkan pihak terkait agar tak berlaku sewenang-wenang. Rismawati merasa perlu mendapat keadilan dengan alasan tak punya pelanggaran sama sekali atas permasalahan itu.

“Saya hanya ingin keadilan atas hak kami, mengapa kami dimintai uang untuk pemindahan tiang listrik itu? Padahal itu lahan kami. Kalau di pinggir lahan kami mungkin tidak apa-apa. Ini pas di tengah jalan. Kami tidak dikasih solusi PLN, malah kami merasa sangat dirugikan,” ungkap Rismawati.

Keluhan itu, kata dia, juga telah ia sampaikan sejak beberapa bulan lalu. “Kalau digeser ke pinggir, minimal ada kompensasi atau ganti rugi sesuai undang-undang. Pengajuan itu diajukan ibu saya sejak September 2024, sudah delapan bulan tanpa konfirmasi,” tandas dia.

Hal lain, Rismawati mengaku telah mengonfirmasi Kepala Dusun soal pembangunan tiang listrik itu. “Sudah saya hubungi Dusun lamaku, tidak ada katanya PLN yang datang melapor di rumahnya (saat pembangunan tiang listrik),” tutur dia.

PLN Irit Bicara

Menanggapi keluhan Rismawati, Team Leader Teknik Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Bantaeng Radiksa Adhi menyebut pemindahan tiang listrik memang dikenai biaya bagi pemilik lahan. Soal polemik yang disampaikan Rismawati, ia mengaku akan berkoordinasi dengan pihak PLN UP3 Bulukumba.

“Terkait biayanya (pemindahan tiang listrik) memang ada namanya PFK (permohonan pekerjaan pihak ketiga). Sementara ini sedang kami koordinasikan dengan PLN UP3 Bulukumba terkait tindak lanjutnya,” ujar Adhi.

Saat ditanya soal izin PLN membangun tiang listrik di pekarangan rumah Rismawati, Adhi tak berspekulasi lebih. Sebab, kata dia, pembangunan tiang listrik dilakukan oleh Team Leader sebelum dirinya.

“Nah itu yang mau dicari atau sebelumnya, karena pekerjaan ini sudah lama sebelumnya, sebelum saya bertugas di PLN Bantaeng, karna PLN tidak akan pasang peralatan jika tidak ada izin dari pemilik lahannya. Karena kebetulan saat saya bertugas di Bantaeng, baru pemilik lahan atau rumah bermohon untuk digeser,” pungkas dia.

Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD Bantaeng, Muh. Yusuf saat dikonfirmasi awak media Portaltimur.id, mengaku belum memantau dan mengetahui hal itu. Namun saat diberitahu, ia meminta agar keterangan lebih lanjut diperoleh dari aparat desa setempat.

Meski begitu, ia menyiratkan pesan kepada warga yang lahannya dibanguni fasilitas umum agar tidak mengeluh. Sebab, tiang listrik itu bermanfaat untuk khalayak umum.

“Coba komunikasikan ke Kades (Kepala Desa). Walaupun fasilitas umum, jadi tidak boleh warga merasa terganggu,” tutur Yusuf yang juga legislator asal Dapil 2 (Bissappu, Sinoa, Ulu Ere).

Editor: (AUD)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga: